Aliran-aliran Filsafat Pendidikan
Aliran Aliran Filsafat Pendidikan
Filsafat Pendidikan Progresivisme
Filsafat pendidikan adalah bagian dari upaya memahami pendidikan secara rasional, radikal dan sistematis, dimana dengan cara tersebut diharapkan kegiatan pendidikan memiliki dasar yang kuat, dapat dikelola dengan professional, akhirnya mampu menjadi bagian dari upaya meningkatkan harkat dan martabat bangsa.
Filsafat pendidikan progresivisme yang telah hadir diawal abad ke 20 adalah hasil dari reaksi dari pemikiran pendidikan sebelumnya yang dilaksanakan secara tradisional. Brubacher (1962:312) menegaskan bahwa; progresif (berkembang maju) adalah sifat alamiah, kodrati, dan itu berarti perubahan. Dan perubahan berarti suatu yang baru. Sesuatu yang baru sungguh sungguh merupakan keadaan yang nyata dan bukan sekedar pengertian atas realita yang sebelumnya memang sudah demikian.
Pembahasan tentang Prgresivisme sebagai aliran dari filsafat pendidikan dapat dikembangkan dalam tiga bagian utama yakni; ontology, epsitimologi, dan aksiologi, namun kesemuanya tetap menjadi satu kesatuan utuh untuk mengenal lebih jauh tentang filsafat pendidikan ini.
Ontology
Filsafat pendidikan progresivisme memahami bahwa dunia ini akan membentuk kebudayaan, namun kebudayaan masa lalu atau tradisional harus diperbaharui dengan kegiatan pendidikan. Jadi semua yang ada di dunia ini dapat berubah. Bila pandangan manusia tentang dunia dapat dirubah, maka pendidikan akan mudah dilaksanakan, karena pendidikan itu sendiri harus merubah pandangan manusia.
Tokoh filsafat pendidikan Ali Saifullah, (1983:193) menjelaskan bahwa; Pendidikan progresivisme adalah suatu gerakan yang dipimpin oleh John Dewey dan kawan kawannya yang melontarkan kritik pada aliran formalism dalam pendidikan dan menempatkan tekanan pada minat kepentingan individual, kebebasan, dan kegiatan belajar melalui kegiatan bukan hanya dengan pendengaran saja, dan seterusnya.
Jadi jelaslah bahwa dunia dapat dirubah, dan pendidikan dapat merubah dunia, kemudian subyek pendidikan memiliki peran untuk merubah dunia tersebut. Begitulah awal pemikiran yang dibangun oleh filsafat pendidikan progresivisme ini.
Epistimologi
Bagaimana filsafat pendidikan progresivisme ini mengembangkan kegiatan pendidikan, banyak tokoh termasuk John Dewey dari Amerika Serikat mempelopori bahwa pendidikan harus menjadi agen perubahan.
Ada lima langkah berfikir yang sangat terkendal bagaimana filsafat pendidikan progresivisme yakni sebagaiberikut:
Ada rangsang sebagai problem,yang mengganggu keseimbangan subyek
Kita, subyek kehilangn keseimbangan. Subyek mulai menyadari apa problem yang menimpa atua yang dihadapinya. Subyek menimbang nimbang apakah problem ini sebenarnya.
Timbul dalam pikiran subyek saran saran yang berasal dari perbendaharaan pengetahauannya tentang bagaimana cara pemecahan problem. Subyek mulai mempertimbangkan saran saran.
Subyek memilih alterantif alternatif yang paling efektif dengan memperhitungkan konsekuensi yang akan terjadi, yang memberi jaminan bagi suksesnya usaha pemecahan. Atau alterantif yang paling safe, Tanya resiko resiko.
Pelaksanaan pilihan daripada alternatif alternatif yang paling efektif. Subyek melakukan tindakan.
Pola kerja ini menjadi bagian penting bagaimana kegiatan pendidikan memberikan kurikulum, keterampilan kepada peserta didiknya. Begitu juga sampai kepada bagaimana sekolah merespon masalah masalah yang terjadi disekeliling sekolah atau dari dunia luar.
Aksiologi
Ketika pendidikan memiliki respon terhadap dunia luar, maka pemikiran yang sistematis akan mengarahkan langkah langkah yang tepat. Salah satu tujuan dari kegiatan pendidikan progresivisme ini adalah bahwa pendidikan tidak hanya untuk pendidikan itu sendiri, tetapi harus memberi peran dalam memecahkan masalah masyarakat.
Dalam bagian tertentu bahkan filsafat pendidikan progresivisme memandang nilai secara empiric harus benar benar terjadi dari pengalaman hidu manusia. Jadi pengalamanlah yang akan menjadi bagian dari kurikulum, ada istilah “Pengalaman adalah Guru paling utama”. Dengan dasar tersebut maka pendidikan harus memberi makna dan dapat diaplikasikan langsung ke dunia kerja. Kemudian dalam prosesnya sekolah sebagai lembaga pendidikan adalah wadah pembinaan anak yagn paling efektif, jika sekolah didasarkan pada prinsip prinsip pendidikan yang tepat dan benar.
Tokoh tokoh aliran filsafat pendidikan progresivisme in adalah:
Benjamin Franklin
John Dewey
Thomas Jefferson
Thomas Paine
Catatan:
Progresivisme mengutamakan mata pelajaran terintegrasi dan tidak terpisah satu dengan lainnya.
Sekolah kerja atau praktek langsung ke laboratorium atau lapangan adalah penting
Kegaitan pendidikan adalah untuk memecahkan masalah yang ada di tengah tengah masyarakat, begitu juga sebaliknya masalah yang ada di tengah tengah masyarakat harus dijadikan dari kurikulum sekolah dan direspon untuk pemecahannya.
Filsafat Pendidikan Esensialisme
Filsafat pendidikan esensialisme memberikan makna bahwa hidup ini adalah bagian dari proses alamiah, dimana manusia tidak dibenarkan untuk cinta kepada materialis semata, akan tetapi harus mengerti hakikat hidup, makna hidup, dan bahkan tujuan diciptakannya hidup ini. Filsafat pendidikan ini muncul sebagai satu gerakan untuk memberi makna bahwa pendidikan harus memiliki arti sebagai upaya mencari jati diri manusia.
Ontology
Filsafat pendidikan yang memberi arah terhadap pandangan hidup, apa dan bagaimana arti hidup dalam diri manusia, maka dalam hal ini Muhammad Anwar (2018:161) menjelaskan bahwa esensialisme adalah didasari oleh pandangan humanism, yang merupakan reaksi terhadap hidup yang mengarah kepada kepada keduniaan, serba ilmiah, dan materialistic.
Untuk itu esensialisme sangat menghargai nilai nilai yang telah ada dalam kehidupan manusia. Sejarah yang memiliki segudang nilai kebudayaan manusia harus diwariskan dan dilestarikan. Dalam hal ini Mohammad Noor Syam (1984:260) menjelaskan bahwa; essensialisme percaya bahwa pendidikan harus didasrkan kepada nilai nilai kebudyaan yang telah ada sejak awal peradaban umat manusia. Kebudayaan yang mereka wariskan kepada kita hingga sekarang, telah teruji oleh segala zaman, kondisi dan sejarah. Kebudayaan demikian, ialah essensia yang mampu pula mengemban hari kini dan masa depan umat manusia.
Epistimologi
Bagaimana proses mengembangkan kegiatan pendidikan menurut filsafat esensialisme, tentu hal ini sangat penting. Betapa tidak esensialisme benar benar menjaga dan mengawal nilai nilai luhur umat manusia agar tidak hilang dan tidak dibuang oleh generasi yang akan datang.
Menurut Uyoh Sadulloh (2006:162) bahwa; Kurikulum esensialisme menekankan pengajaran fakta fakta kuriulum itu kurang memiliki kesabaran dengan pendekatan tidak langsung dan introspektif yang diangkat oleh kaum progresivisme. Peranan sekolah adalah mememlihara dan menyampaikan warisan budaya dan sejarah pada generasi pelajar dewasa ini melalui hikmat dan pengalaman yang terakumulasi dan disiplin tradisional.
Dalam pendapat lain, ditegaskan bahwa essensialisme sangat antusias menjadikan warisan budaya menjadi bagian penting dalam kegiatan pendidikan. Aliran filsafat ini menganggap bahwa pendidikan modern dianggap memiliki kelemahan bahkan kegagalan untuk mengawal umat manusia menuju peradaban yang lebih baik. Esensialisme percaya dengan menelusuri budaya, mengembangkan makna sejarah dalam kehidupan manusia, maka hari ini akan lebih baik lagi, bukan saja untuk sekedar mengenang, akan tetapi melestarikan, mengembangkan bahkan menjadi spirit bagi upaya peningkatan sumber daya manusia dimasa yang akan datang.
Aksiologi
Tujuan pendidikan menurut esenialisme tentu tidak jauh dari nilai nilai yang telah ada sebelumnya, artinya sejarah yang memiliki kekayaan budaya dari segala bidang harus ditulis dan dikemas menjadi bagian dari tujuan pendidikan. Betapa tidak pendidikan dan sejarah adalah bagian yang sangat penting untuk meneruskan peradaban umat manusia, bahkan mampu merekayasa masa depan umat manusia. Maka pentinglah belajar sejarah dalam setiap lembaga pendidikan.
Uyoh Sadulloh, (2006:161), dalam hal ini pernah menegaskan bahwa; tujuan pendidikan adalah untuk meneruskan warisan budaya dan warisan sejarah melalui pengetahuan inti yang terakumulasi dan telah bertahan dalam kurun waktu yang lama, serta merupakan kehidupan yang telah teruji oleh waktu dan dikenal oleh semua orang. Pengetahuan tersebut bersama dengan skill, sikap, dan niai nilai yang memadai akan mewujudkan elemen elemen pendidikan yang esensial.
Pendidikan adalah penting, mewariskan nilai budaya itu lebih penting, maka sejarah dalam pendidikan itu adalah hal utama dalam filsafat pendidikan esensialisme. Lebih lanjut Muhammad Noor Syam (1984:272) menegaskan bahwa; nilai nilai seperti juga kebenaran berakar dalam dan berasal dari sumber obyektif, watak sumber ini darimana nilai nilai berasal, tergantung pada pandangan pandangan idealism dan realisme, sebab esensialisme terbina oleh kedua sayap tersebut.
Tokoh tokoh filsafat pendidikan esensialisme:
Aristoteles
Edward L.Thorndike
John Locke
Plato
Catatan:
Pendidikan adalah melatih jiwa yang potensial sudah ada.
Proses belajar sebagai upaya menyerap apa yang berasal dari luar, yaitu dari warisan soaial yang disusun di dalam kurikulum tradisional dan guru berfungsi sebagai perantara.
Tugas siswa adalah menginternalisasikan atau menjadikan milik pribadi elemen elemen skill, sikap dan nilai nilai.
Filsafat Pendidikan Perenialisme
Pendidikan tidak dapat dipisahkan dengan perjalanan hidup manusia, proses pendidikan terus berjalan seiring dengan pemikiran, perkembangan dan kebutuhan manusia. Banyak yang telah dilakukan pendidikan akhirnya menuai keberhasilan, tetapi banyak pula kegagalan yang dialami oleh kegiatan pendidikan sehingga banyak pula manusia mengalami bencana atau masalah dalam menghadapi kehidupan.
Salah satu upaya untuk mengembalikan kepada pengalaman pendidikan masa lampau adalah aliran filsafat perenialisme. Menurut Mohammad Noor Syam (1984:296) pendidikan harus lebih banyak mengarahkan pusat perhatiannya kepada kebudayaan ideal yang telah teruji dan tangguh. Karena itu perenialisme memandang pendidikan sebagai jalan kembali atau proses mengembalikan keadaan manusia sekarang seperti dalam kebudayaan ideal dimaksud.
Betapa pentingnya kembali ke jalan masa lampau, tetapi lebih penting lagi bagaimana upaya mengembalikan jalan tersebut, agar tidak tersesat, memilih dan memilah tujuan dengan tepat. Ini tentu penting dalam kegiatan pendidikan.
Ontology
Ketika reaksi terhadap berbagai pemikiran pendidikan modern, maka perenialisme hadir untuk menjadi alternative bagaimana membangun peradaban manusia lewat sejarah yang bermakna. Sejarah masa lalu, hari ini dan kegiatan pendidikan masa yang akan datang harus diberi jembatan yang kuat dan ini dilakukan oleh filsafat pendidikan perenialisme.
Muhammad Anwar (2018:164) pernah menegaskan bahwa; perenialisme berasal dari kata perennial diartikan sebagai continuing throught the whole year atau lasting for a very long time abadi atau kekal dan dapat berarti pula tiada akhir. Dengan demikian, esensi kepercayaan filsafat Perennial ialah berpegang pada nilai nilai atau norma norma yang bersifat abadi.
Epistimologi
Pandangan perenialisme dipengaruhi oleh berbagai tokoh pendidikan, salah satu kunci epistimologi perenialisme adalah kata; truth, self evidence dan reasoning. Truth adalah kebenaran. Menurut Muhammad Noor Syam (1984:311) truth adalah prasyarat asas tahu untuk mengerti atau memahami arti realita semesta raya, jadi kita tak mungki memahami arti realita semesta raya tanpa melaui proses tahu. Sebagai manusia dengan potensi rasional ktia akan dapat mencapai pengertian tentnag diri kita sendiri dan tentang dunia sebagai adanya. Dan manusia akan memahami lebih tepat dengan asas asas kepercayaan dan bantuan wahyu; dan adalah tahu dalam makna tertinggi, yang ideal.
Kemudian self evidence dimaknai bahwa sesuatu itu ada tetapi bukan pada materi semata akan tetapi makna dari keberadaannya, eksistensi diri atau pembuktian diri bahwa kita itu memiliki kemampuan sesuatu sehingga menjadi ada. Begitu juga dengan reasoning atau berfikir, dalam hal ini pendidikan harus mengajarkan bagaimana proses berfikir sehingga mendapat pengetahuan yang benar. Sebagai contoh silogisme adalah bagian dari cara mendapatkan pengetahuan dalam kegiatan reasoning ini.
Dalam filsafat pendidikan perenialisme peranan guru terutama mengajar dalam arti memberi bantuan pada anak untuk berpikir jelas dan mampu mengmbangkan potensi potensi yang ada pada diri anak.
Aksiologi
Akhir dari kegiatan pendidikan perenialisme adalah bagaimana menjadikan generasi ini sebagai orang yang mampu berfikir secara baik dan benar. Pendidikan bukan sekedar memecahkan masalah sosial, akan tetapi memberi kemampuan kepada anak tentang berfikir yang benar dan kuat. Dalam hal ini Muhammad Anwar (2018:166) pernah menulis bahwa; untuk mencapai tujuan pendidikan ini, aspek fisik, intelektual, dan emosi harus dikembangkan secara seimbang, bulat, dan totalitas. Tujuan pendidikan sebagai usaha untuk mewujudkan kapasitas (potensi) yang ada di dalam diri individu agar menjadi aktif dan menjadi aktualitas.
Tokoh tokoh filsafat pendidikan perenialisme:
Aldous Huzley
Hilaire Belloc
TS Eliot
Nicolai Berdyaev
Catatan:
Belajar berfikir itu penting sebagai awal dari upaya memberi makna dalam kehidupan.
Kurikulum matematika, Bahasa sangat dibutuhkan dalam pendidikan.
Silogisme adalah cara berfikir paling efektif untuk mencari kebenaran.
Filsafat Pendidikan Rekonstruktivisme
Pendidikan terus mengalami perubahan, perubahan selalu beriringan dengan masalah yang dihadapi, atau juga mengikuti perkembangan zaman apa yang menjadi kebutuhan umat manusia baik kebutuhan hari ini maupun kebutuhan di masa mendatang. Konsep konsep pendidikan terus diperbaharui, dikembangkan dan diadaptasi sesuai dengan keadaan, dengan cara itu pendidikan terus eksis dan menjadi bagian dari pembangunan peradaban manusia.
Mengatasi masalah pendidikan baik dari dalam kegiatan pendidikan itu sendiri maupun masalah dari luar tentu banyak cara yang dilakukan, salah satunya dengan menguatkan berbagai kegiatan yang memiliki perspektif masa depan. Dalam hal ini rekonstruktivisme menawarkan pemikiran bahwa pendidikan harus ditata ulang untuk menjawab masalah pendidikan hari ini untuk masa depan umat manusia. Mohammad Noor Syam (1984:341) menegaskan bahwa; rekonstruktivisme berusaha mencari kesepakatan semua orang tentang tujuan utama yang dapat mengatur tata kehidupan manusia dalam suatu tata susunan baru seluruh lingkungan. Dengan perkataan lain, rekonstruksionisme ingin merombak tata susunan lama, dan membangun tata susunan hidup kebuayaan yang sama sekali baru, melalui lembaga dan proses pendidikan.
Ontology
Dasar dasar dari pemikiran filsafat pendidikan rekonstruktivisme sedikit memiliki kesamaan dengan aliran filsafat pendidikan perenialisme yakni adanya kebutuhan mendesak tentang masalah kehidupan manusia terkait dengan pendidikan. Dalam hal ini pendidikan itu memang mendesak harus diselesaikanm, dan ditata ulang tentu berdasarkan apa yang terjadi hari ini, dari masalah hari ini, dan dari apa yang sedang dihadapi.
Seluruh potensi pendidikan harus menjadi bagian penting untuk menyelesaikan masalah pendidikan, karena semua yang ada adalah sebagai system yang satu dan semua memiliki perand dan andil untuk menyelesaikan pendidikan.
Epistimologi
Proses penyelesaikan pendidikan tidak dapat dilakukan secara parsial, atau sendiri sendiri, akan tetapi harus totalitas dan tersistematis. Semua masalah dari hal individu sampai universal adalah bagian yang penting dalam kegiatan pendidikan. Untuk itu Uyoh Sadulloh, (2006:168) pernah menegaskan bahwa; kurikulum merupakan subject matter yagn berisikan masalah masalah sosial, ekonomi, politik yang beraneka ragam, yang dihadapi umat manusia, termasuk masalah masalah sosial dan pribadi terdidik itu sendiri.
Kemudian peran pendidik juga harus diperhatikan dalam hal ini ditegaskan bahwa; Guru harus menyadarkan siterdidik terhadap masalah masalah yang dihadapi manusia, membantu terdidik mengidentifikasi masalah masalah untuk dipecahkannya. Mendorong peserta didik untuk mencari alternatif pemecahan masalah dalam kehidupan sehari hari. Begitu juga dengan sekolah merupakan agen sosial atau rekayasa sosial, dimana dari sekolahlah dilakukan perencanaan masyarakat agar menuju kepada yang lebih baik.
Dalam hal ini dilengkapi oleh Paul Suparno (2001:84-45) bahwa sebagai filsafat pengetahuan yang secara ringkas menjelaskan bahwa pengetahuan itu merupakan konstruksi seseorang. Orang membentuk pengetahuannya lewat interaksi dengan lingkungannya. Konstruktivisme dalam hal ini diartikan sebagai filsafat. Sistem belajar mengajar konstruktivisme baru akan berhasil dengan sempurna bila seluruh system persekolahan disesuaikan dengan prinsip konstruktivis. Ini berarti bahwa baik sistem pengaturan sekolah, kurikulum, guru, siswa, kepala sekolah, evaluasi, perasarana, masayarakat, orang tua dan lain lain diatur menurut prinsip prinsip konstruktivis. Bila tidak, maka hasil yang dicapai pasti kurang memuaskan.
Aksiologi
Tujuan pendidikan dalam aliran filsafat pendidikan rekonstruktivisme tidak hanya untuk kepentingan lembaga, tetapi sejak dari individu sampai negara bahkan tujuan pendidikan universal. Muhammad Anwar, (2018:168) pernah menuliskan bahwa; aliran reskonstruksionalisme bercita cita untuk mewujudkan suatu dunia di mana kedaulatan national berada dalam pengayoman atau subordinat serta kedaulatan dan otoritas internasional. Aliran ini juga bercita cita mewujudkan dan terlaksanakan satu sintesis, yakni perpaduan ajaran agama dengan demokrasi, teknologi modern, dan seni modern di dalam satu kebudayaan yang dibina bersama oleh bangsa bangsa di dunia.
Dalam kegiatan pendidikan maka semua memiliki kaitan, salah satu yang diajarkan kepada dunia hari ini adalah pendidikan itu sebagai sebuah system yang padu dan saling terkait satu dengan lainnya. Maka masalah pendidikan harus dilihat dari individu sampai universal, dari hal kecil sampai masalah paling besar begitu seterusnya.
Tokoh tokoh filsafat pendidikan rekonstruktivisme:
Brameld dan Brubacher
Jean Peaget
Vygostky
Catatan:
Pendidikan itu sebagai sebuah system yang kompleks dan universal.
Pendidikan harus ditata ulang untuk membangun peradaban manusia.
Pendidikan yang komprehensif akan menjadi bagian penting dalam membangun dan membina peradaban umat manusia.

Komentar
Posting Komentar