Nilai, Norma, dan Moral
KONSEP NILAI, NORMA DAN MORAL
1. Konsep Nilai
Secara etimologis, nilai berasal dari kata “value” (Inggris), valere (Latin) yang berarti
kuat, berguna, harga, taksiran, mutu, kadar. Dengan demikian secara sederhana, nilai adalah
sesuatu yang berguna. Sementara itu, secara terminologi kita dapat melihat beberapa
pandangan para ahli mengenai definisi nilai, antara lain:
• “Value is an enduring belief that a specific mode of conduct or end-state of existence
is personally or socially preferable to an opposite or converse mode of conduct or
end-state of existence.” (Rokeach, 1973 hal. 5).
• “Value is a general beliefs about desirable or undesirable ways of behaving and about
desirable or undesirable goals or end-states.” (Feather, 1994 hal. 184)
• “Value as desirable transsituatioanal goal, varying in importance, that serve as
guiding principles in the life of a person or other social entity.” (Schwartz, 1994)
• Nilai adalah suatu keyakinan, berkaitan dengan cara bertingkah laku atau tujuan akhir
tertentu, melampaui situasi spesifik, mengarahkan seleksi atau evaluasi terhadap
tingkah laku, individu, dan kejadian-kejadian, serta tersusun berdasarkan derajat
kepentingannya (Schwartz, 1994).
• Nilai adalah sebuah konsepsi dari apa yang diinginkan dan mempengaruhi seseorang
dalam menentukan tindakan terhadap cara dan juga tujuan yang ingin dicapai
(Kluckhohn).
• Nilai adalah sebuah patokan yang bersifat normatif dan dapat mempengaruhi manusia
dalam menentukan sebuah pilihan (Kupperman)
• Nilai merupakan suatu keyakinan yang dapat membuat seseorang melakukan tindakan
berdasarkan pilihannya (Gordon Allport).
• Nilai adalah sesuatu yang bersifat abstrak, ia ideal, nilai bukan benda konkrit, bukan
fakta, tidak hanya persoalan benar dan salah yang menuntut pembuktian empirik,
melainkan penghayatan yang dikehendaki dan tidak dikehendak (Sidi Gazalba)
• Nilai adalah konsepsi abstrak yang ada dalam diri manusia, hal ini dikarenakan nilai
dapat dianggap baik dan dapat pula dianggap sebagai jelek. Nilai baik selalu menjadi
simbol kehidupan yang dapat mendorong integritas sosial sedangkan nilai yang buruk
akan memberikan dampak yang berarti seperti halnya dampak yang terjadi pada
konflik. (Soerjono Soekanto)
• Nilai adalah konsepsi abstrak yang ada dalam diri manusia, hal ini dikarenakan nilai
dapat dianggap baik dan dapat pula dianggap sebagai jelek. Nilai baik selalu menjadi
simbol kehidupan yang dapat mendorong integritas sosial sedangkan nilai yang buruk
akan memberikan dampak yang berarti seperti halnya dampak yang terjadi pada
konflik. (Soerjono Soekanto)
Mencermati beberapa definisi tersebut, maka dapat dikatakan bahwa nilai adalah sesuatu
yang bersifat abstrak, ideal (yang seharusnya, diinginkan, diharapkan) karena berupa
keyakinan, gagasan yang dapat mendorong seseorang untuk melakukan tindakan atau tidak
melakukan suatu tindakan tertentu atas dasar pilihannya.
Menurut Notonogoro, nilai terdiri atas tiga macam, meliputi:
1) Nilai material, yakni sesuatu yang berguna bagi jasmani manusia.
2) Nilai vital, yakni sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat melaksanakan
kegiatan
3) Nilai kerohanian, dibedakan menjadi 4 macam, yaitu:
4) Nilai kebenaran bersumber pada akal pikiran manusia (rasio, budi, dan cipta)
5) Nilai estetika (keindahan) bersumber pada rasa manusia.
6) Nilai kebaikan atau nilai moral bersumber pada kehendak keras, keras hati, dan nurani
manusia.
7) Nilai religius (ketuhanan) yang bersifat mutlak dan bersumber pada keyakinan
manusia.
Berbeda dengan jenis-jenis nilai yang dikemukakan oleh Notonogoro, dilihat dari segi
filsafat, nilai dapat diklasifikasi ke dalam tiga jenis, diantarnya:
• Nilai logika yaitu benar dan salah. Dalam hal ini, nilai logika berkaitan dengan
pengetahuan atau kaidah berpikir seseorang. Sebagai contoh seorang siswa menjawab
pertanyaan yang diajukan oleh guru, kemudian ia berhasil menjawab dengan benar,
maka secara logika jawaban tersebut dianggap benar, dan ketika jawabannya keliru
maka secara logika jawaban tersebut dianggap salah.
• Nilai etika yaitu nilai tentang baik dan buruk yang berkaitan dengan perilaku manusia.
Jadi, kalau kita mengatakan etika orang itu buruk, bukan berarti wajahnya buruk,
tetapi menunjuk perilaku orang itu buruk. Nilai etik adalah nilai moral. Jadi, moral
yang di maksudkan di sini adalah nilai moral sebagai bagian dari nilai.
• Nilai estetika yaitu nilai tentang indah dan tidak indah. Nilai estetika lebih berkaitan
dengan kesenian, keindahan, keserasian, penampilan fisik.
Adapun fungsi utama dari nilai dapat dijelaskan sebagai berikut: Pertama, nilai sebagai
standar (Rokeach, 1973; Schwartz, 1992, 1994), fungsinya ialah: membimbing individu
dalam mengambil posisi tertentu dalam social issues tertentu (Feather, 1994); mempengaruhi
individu untuk lebih menyukai ideologi politik tertentu dibanding ideologi politik yang lain;
mengarahkan cara menampilkan diri pada orang lain; melakukan evaluasi dan membuat
keputusan; mengarahkan tampilan tingkah laku membujuk dan mempengaruhi orang lain,
memberitahukan individu akan keyakinan, sikap, nilai dan tingkah laku individu lain yang
berbeda, yang bisa diprotes dan dibantah, bisa dipengaruhi dan diubah. Kedua, sistem nilai
sebagai rencana umum dalam memecahkan konflik dan pengambilan keputusan (Feather,
1995; Rokeach, 1973; Schwartz, 1992, 1994). Situasi tertentu secara tipikal akan
mengaktivasi beberapa nilai dalam sistem nilai individu. Umumnya nilai-nilai yang
teraktivasi adalah nilai-nilai yang dominan pada individu yang bersangkutan. Ketiga, fungsi
motivasi yakni untuk mengarahkan tingkah laku individu dalam situasi sehari-hari, untuk
mengekspresikan kebutuhan dasar. Nilai dapat memotivasi individu untuk melakukan suatu
tindakan tertentu (Rokeach, 1973; Schwartz, 1994), memberi arah dan intensitas emosional
tertentu terhadap tingkah laku (Schwartz, 1994). Hal ini didasari oleh teori yang menyatakan
bahwa nilai juga merepresentasikan kebutuhan (termasuk secara biologis) dan keinginan,
selain tuntutan sosial (Feather, 1994; Grube dkk., 1994)
2. Konsep Norma
Norma adalah aturan atau ketentuan yang mengikat warga kelompok dalam masyarakat,
dipakai sebagai panduan, tatanan, dan tingkah laku yang sesuai dan berterima, aturan, ukuran,
atau kaidah yang dipakai sebagai tolak ukur untuk menilai atau memperbandingkan sesuatu.
Dalam norma/kaidah-kaidah terdiri atas dua unsur yaitu (1) adanya perintah, yang merupakan
keharusan bagi seseorang untuk berbuat sesuatu oleh karena akibat-akibatnya dipandang baik
dan (2) adanya larangan, yang merupakan keharusan bagi seseorang untuk berbuat sesuatu
oleh karena akibat-akibatnya dipandang tidak baik. (C.S.T. Kansil, 1986:81)
Adapun yang menjadi fungsi norma tersebut, antara lain:
1) Sebagai ukuran, patokan dan pedoman bagi manusia dalam berperilaku hidupnya.
Artinya norma memuat aturan tingkah laku masyarakat dalam pergaulan sosial.
2) Untuk memberikan sanksi kepada masyarakat yang melanggarnya. Norma mengatur
agar dalam memberikan sanksi sesuai dengan aturan norma-norma yang berlaku di
masyarakat setempat.
3) Untuk menjaga ketertiban dan kerukunan antar anggota masyarakat. Norma mengatur
agar perbedaan dalam masyarakat tidak menimbulkan kekacauan.
4) Sebagai sistem pengendalian dan penilai dalam sosial. Tingkah laku anggota
masyarakat diawasi dan dinilai serta dikendalikan oleh aturan-aturan yang berlaku
dalam masyarakat.
5) Untuk menciptakan keadilan dalam masyarakat. Norma ini memberikan jaminan dan
rasa keadilan dalam masyarakat.
6) Untuk mencapai tujuan bersama yaitu kedamaian dalam ketertiban masyarakat.
Dalam pergaulan hidup bermasyarakat, berlaku norma-norma sosial, diantaranya sebagai
berikut:
1. Norma Agama
Norma agama adalah sekumpulan kaidah atau peraturan hidup manusia yang
sumbernya dari wahyu Tuhan. Peter Mahmud Marzuki, (2008: 89), menyatakan
bahwa, norma agama bersangkut paut dengan aspek manusia sebagai individu dan
aspek bathiniah manusia, norma ini mengatur hubungan antara individu manusia
sebagai suatu ciptaan dengan sang khalik sebagai penciptanya. Norma agama
bertujuan untuk mencapai suatu kehidupan yang beriman. Ajaran agama atau
kepercayaan dalam masyarakat sangat menjunjung tinggi tata tertib dalam kehidupan
bermasyarakat. Setiap manusia akan selalu berusaha melaksanakan perintah Tuhan
dan meninggalkan apa yang dilarang-Nya sesuai dengan yang tercantum di dalam
kitab suci masing-masing agamanya.
Sesuai dengan negara Indonesia berdasarkan atas hukum, maka pengaturan
terhadap keagamaan dinyatakan di dalam Pasal 29 ayat (2) UUD NRI 1945, yang
berbunyi: “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk
agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan
kepercayaannya itu”.
Oleh karena itu norma agama dalam pelaksanaannya tidak hanya mengatur
hubungan antara manusia dengan Tuhan, tetapi juga mengatur bagaimana hubungan
manusia dengan makhluk ciptaan Tuhan lainnya.
2. Norma Kesusilaan
Norma kesusilaan adalah peraturan hidup yang bersumber dari suara hati nurani
manusia. Norma kesusilaan bertujuan agar manusia mempunyai kehidupan yang
berakhlak atau mempunyai hati nurani yang bersih. Sumber dari norma kesusilaan ini
adalah hati sanubari manusia itu sendiri, yang bersifat otonom dan tidak ditujukan
kepada hal-hal yang besifat lahiriah, tetapi ditujukan kepada sifat batin manusia.
Artinya dengan hati nurani yang bersih maka manusia akan dapat membedakan mana
yang merupakan perilaku yang buruk dan mana perilaku yang tidak baik. (Chairun
Arrasjid, 2004:8).
Sebagai bisikan hati nurani, norma kesusilaan memiliki hubungan dan keterkaitan
dengan norma agama. Hal itu mengandung arti bahwa ajaran dalam norma agama
juga mengandung kaidah dalam norma kesusilaan, seperti, “jaga kehormatan
keluargamu, niscaya hidupmu akan penuh martabat”. Norma kesusilaan juga dapat
memiliki keterkaitan dengan norma hukum, seperti, “dilarang melakukan pencurian
yang atas milik orang lain”. Seseorang yang melakukan pencurian milik orang lain
akan dihukum dengan hukuman pidana, dan secara nilai kemanusiaan ini merupakan
pelanggaran kesusilaan.
3. Nilai Kesopanan
Norma kesopanan adalah norma yang berhubungan dengan peraturan hidup yang
timbul dari pergaulan segolongan manusia dalam kehidupan sehari-hari. Norma
kesopanan bertujuan untuk mencapai kehidupan dalam pergaulan hidup berlangsung
dengan menyenangkan. Peraturan-peraturan yang timbul tersebut ditaati sebagai
pedoman yang mengatur tingkah laku manusia terhadap manusia yang ada di
sekitarnya (Winataputra, 2007:6.18).
Norma kesopanan bersumber dari sistem aturan hidup manusia atau tata
kehidupan atau budaya yang berupa kebiasaan-kebiasaan masyarakat dalam mengatur
kehidupan kelompoknya berdasarkan kesepakatan yang dibuat oleh manusia pada
wilayah tertentu. Norma kesopanan tidak berlaku bagi seluruh masyarakat, melainkan
bersifat khusus atau wilayah tertentu dan hanya berlaku bagi segolongan masyarakat
tertentu, apa yang dianggap sopan atau tidak sopan bagi segolongan masyarakat
tersebut, akan tetapi belum tentu juga berlaku bagi masyarakat lainnya. Reaksi
masyarakat terhadap pelanggaran norma kesusilaan yang berlaku di setiap wilayah
atau komunitas sangat beraneka ragam dan sangat tergantung pada kebiasaan yang
berlaku atau pada yang telah dibuat sebelumnya. (Ilhami Bisri, 2017:3).
Hakikat norma kesopanan adalah kepantasan, kepatutan, atau kebiasaan yang
berlaku dalam masyarakat. Norma kesopanan sering juga disebut sopan santun, tata
karma, atau adat istiadat. Dalam pergaulan pada masyarakat sering tata cara yang
dipertahankan di masyarakat yang melekat secara kuat dan menjadi adat istiadat. Adat
istiadat adalah aturan/kebiasaan yang dianggap baik dalam masyarakat yang
dilakukan secara turun temurun. Sedangkan kebiasaan, merupakan perbuatan yang
berulang-ulang dalam peristiwa yang sama, kemudian diterima dan diakui oleh
masyarakat dan dianggap sebagai aturan hidup.
4. Norma Hukum
Norma hukum adalah peraturan-peraturan yang timbul mengenai tingkah laku
manusia dalam pergaulan masyarakat dan dibuat oleh badan-badan resmi negara serta
bersifat memaksa sehingga mempunyai perintah dan larangan serta wajib ditaati oleh
seluruh masyarakat. Norma hukum bertujuan untuk mencapai ketertiban dan
kedamaian dalam pergaulan hidup. Ketertiban dan kedamaian dapat tercapai dengan
menciptakan suatu keserasian antara ketertiban (yang bersifat lahiriah) dengan
ketentraman (yang bersifat batiniah) (Winataputra, 2008:6.18).
Ciri utama dari norma hukum adalah mempunyai kekuatan sanksi berupa ancaman
hukuman. Kekuatan sanksi dalam norma hukum dapat dipaksakan dan dilakukan
melalui kekuatan alat-alat perlengkapan negara, yaitu aparat penegak hukum. Hukum
yang mempunyai sifat memaksa. Oleh sebab itu peran aparat penegak hukum melalui
polisi, jaksa, dan hakim dapat memaksa seseorang untuk menaati aturan hukum dan
memberikan hukuman bagi siapa pun yang melanggar aturan hukum tersebut. Selain
memberikan sanksi bagi pelanggar hukum, aparat penegak hukum juga memberikan
perlindungan hukum bagi masyarakat.
Negara Indonesia merupakan negara yang berdasarkan atas hukum yang
tercantum di dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 yang berbunyi “Negara Indonesia
adalah negara hukum”. Untuk mencapai hal tersebut, maka tujuan hukum adalah: a).
Untuk mengatur tata tertib masyarakat secara damai dan adil; b). Untuk menjaga
kepentingan tiap manusia supaya agar kepentingan tidak dapat diganggu; c). Untuk
menjamin adanya kepastian hukum dalam pergaulan manusia.
Oleh karenanya norma hukum sangat diperlukan untuk mengatur dan menjamin
ketertiban dalam kehidupan bernegara. Sebagai negara hukum, sudah menjadi
kewajiban bagi pemerintah dan seluruh rakyat Indonesia untuk menegakkan hukum
dalam kehidupan sehari-hari dan menjaga ketertiban dan jaminan keadilan bagi
kehidupan masyarakat dan bernegara.
3. Konsep Moral
Secara etimologis, kata moral berasal dari kata ‘mos’ (Latin), bentuk jamaknya ‘mores’
yang berarti tata cara, adat-istiadat. Kata moral dalam bahasa arab, identik dengan akhlak,
yang berarti perangai, watak, tabiat, karakter yang menetap kuat dalam jiwa manusia dan
merupakan sumber timbulnya perbuatan tertentu dari dirinya secara ringan dan mudah, tanpa
perlu dipikirkan dan direncanakan sebelumnya.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, definisi moral dapat ditinjau dari tiga aspek
yaitu pertama, sebagai suatu ajaran tentang baik buruk yang diterima umum mengenai
perbuatan, sikap, kewajiban, dan sebagainya; akhlak; budi pekerti; susila: kedua, sebagai
suatu kondisi mental yang membuat orang tetap berani, bersemangat, bergairah, berdisiplin,
dan sebagainya; isi hati atau keadaan perasaan sebagaimana terungkap dalam perbuatan: dan
ketiga, sebagai suatu ajaran kesusilaan.
Sementara itu, secara terminologi, definisi mengenai moral dapat dilihat dari beberapa
pandangan ahli, antara lain:
a. Moral adalah ajaran, ukuran, tentang baik atau buruknya akhlak, budi pekerti dan
susila manusia, baik sebagai pribadi, warga masyarakat, dan warga negara (Suseno,
1998).
b. Moral adalah mengenai atau berhubungan dengan apa yang benar dan salah dalam
perilaku manusia, dianggap benar dan baik oleh kebanyakan orang sesuai dengan
standar perilaku yang tepat pada kelompok atau masyarakat tersebut
(Merriamwebster)
c. Moral mengacu pada akhlak yang sesuai dengan peraturan sosial, atau menyangkut
hukum atau adat kebiasaan yang mengatur tingkah laku (Chaplin, 2006).
Secara lebih komprehensif, Lickona (1992) dalam bukunya educating for character
mengatakan bahwa moral seseorang dibentuk melalui tiga aspek yaitu:
• Konsep moral (moral knowing) mencakup kesadaran moral (moral awareness),
pengetahuan nilai moral (knowing moral value), pandangan ke depan (perspective
taking), penalaran moral (moral reasoning), pengambilan keputusan (decision
making), dan pengetahuan diri (self knowledge).
Konsep moral (moral knowing)
Kesadaran moral Kesadaran hidup ber-Pancasila
Pengetahuan nilai moral Memahami niali-nilai Pancasila
Pandangan ke depan Dinamika dan tantangan Pancasila
Penalaran moral Alasan pentingnya Pancasila
Pengambilan keputusan Bagaimana cara hidup ber-Pancasila
Engetahuan diri Intropeksi diri
• Sikap moral (moral feeling) mencakup kata hati (conscience), rasa percaya diri (self
esteem), empati (empathy), cinta kebaikan (loving the good), pengendalian diri (self
control), kerendahan hati (humility).
Sikap moral (moral feeling)
Kata hati Kata hati tentang hidup ber-Pancasila
Rasa percaya diri Rasa percaya diri kita pada bebas berpendapat
Empati Rasa empati terhadap orang yang terkena musibah, atau
sedang mengalami kesultan
Cinta kebaikan Cinta terhadap Musyawarah dan mufakat
Pengendalian diri Mengendalikan diri dalam bersikap dan bertingkah laku
Kerendahan diri Menghormati dan menghargai pendapat orang lain.
• Perilaku moral (moral behavior) mencakup kemampuan (compliance), kemauan (will)
dan kebiasaan (habits).
Perilaku moral (moral behavior)
Kemampuan Mampu hidup ber-Pancasila
Kemauan Kemauan untuk ber-Pancasila
Kebiasaan Membiasakan diri untuk hidup ber-Pancasila
3.1 Tujuan Dan Fungsi Moral
Adapun beberapa tujuan dan fungsi moral adalah sebagai berikut:
➢ Untuk menjamin terwujudnya harkat dan martabat pribadi seseorang dan
kemanusiaan.
➢ Untuk memotivasi manusia agar bersikap dan bertindak dengan penuh kebaikan dan
kebajikan yang didasari atas kesadaran kewajiban yang dilandasi moral.
➢ Untuk menjaga keharmonisan hubungan sosial antar manusia, karena moral menjadi
landasan rasa percaya terhadap sesama.
➢ Membuat manusia lebih bahagia secara rohani dan jasmani karena menunaikan fungsi
moral sehingga tidak ada rasa menyesal, konflik batin, dan perasaan berdosa atau
kecewa.
➢ Moral dapat memberikan wawasan masa depan kepada manusia, baik sanksi sosial
maupun konsekuensi dalam kehidupan sehingga manusia akan penuh pertimbangan
sebelum bertindak.
➢ Moral dalam diri manusia juga dapat memberikan landasan kesabaran dalam bertahan
dalam setiap dorongan naluri dan keinginan/ hawa nafsu yang mengancam harkat dan
martabat pribadi.
3.2 Jenis dan Wujud Moral
Wujud moral dalam diri seseorang dapat terlihat dari penampilan dan perilakunya secara
keseluruhan. Adapun beberapa macam moral adalah sebagai berikut:
➢ Moral Ketuhanan, yakni moral yang berhubungan dengan keagamaan/ religius
berdasarkan ajaran agama tertentu dan pengaruhnya terhadap diri seseorang misalnya
Untuk menjamin terwujudnya harkat dan martabat pribadi seseorang dan
kemanusiaan.
➢ Untuk memotivasi manusia agar bersikap dan bertindak dengan penuh kebaikan dan
kebajikan yang didasari atas kesadaran kewajiban yang dilandasi moral.
➢ Untuk menjaga keharmonisan hubungan sosial antar manusia, karena moral menjadi
landasan rasa percaya terhadap sesama.
➢ Membuat manusia lebih bahagia secara rohani dan jasmani karena menunaikan fungsi
moral sehingga tidak ada rasa menyesal, konflik batin, dan perasaan berdosa atau
kecewa.
➢ Moral dapat memberikan wawasan masa depan kepada manusia, baik sanksi sosial
maupun konsekuensi dalam kehidupan sehingga manusia akan penuh pertimbangan
sebelum bertindak.
➢ Moral dalam diri manusia juga dapat memberikan landasan kesabaran dalam bertahan
dalam setiap dorongan naluri dan keinginan/ hawa nafsu yang mengancam harkat dan
martabat pribadi. melaksanakan ajaran agama yang dianut dengan sebaik-baiknya
menghargai sesama manusia, menghargai agama lain, dan hidup rukun dengan yang
berbeda agama.
➢ Moral Ideologi dan Filsafat, yakni moral yang berhubungan dengan semangat
kebangsaan, loyalitas kepada cita-cita bangsa dan negara, misalnya menjunjung tinggi
dasar negara Indonesia yaitu Pancasila. Contoh; menolak ideologi asing yang ingin
mengubah dasar negara Indonesia.
➢ Moral Etika dan Kesusilaan, yakni moral yang berkaitan dengan etika dan
kesusilaan yang dijunjung oleh suatu masyarakat, bangsa, dan negara secara budaya
dan tradisi, misalnya menghargai orang lain yang berbeda pendapat, baik dalam
perkataan maupun perbuatan. Contoh; mengucapkan salam kepada orang lain ketika
bertemu atau berpapasan.
➢ Moral Disiplin dan Hukum yakni moral yang berhubungan dengan kode etika
profesional dan hukum yang berlaku di masyarakat dan negara, misalnya melakukan
suatu aktivitas sesuai dengan aturan yang berlaku. Contoh; selalu menggunakan
perlengkapan yang diharuskan dan mematuhi rambu-rambu lalu lintas ketika
berkendara di jalan raya.
4. Hubungan antara Nilai, Norma dan Moral
a. Nilai, moral dan norma memiliki hubungan timbal balik dan bersifat interaktif dalam
artian bahwa saling mempengaruhi dan dipengaruhi.
b. Nilai dan norma dapat dijadikan sebagai suatu pedoman, tolak ukur, penuntun,
petunjuk bagi moral manusia dalam kehidupannya, baik dalam hubungannya dengan
Tuhan, sesama manusia maupun dengan alam semesta.
c. Nilai itu bersifat abstrak dan ideal, karena nilai itu berada dalam gagasan, pikiran, ide,
keyakinan manusia. Nilai yang sifatnya abstrak tersebut, kemudian dikonversikan
menjadi lebih konkret, dengan cara nilai itu diwujudkan melalui wujud tingkah laku
atau perbuatan-perbuatan manusia dalam melakukan aktivitas sosialnya sehari-hari.
Untuk menjaga sekaligus memperkuat nilai yang dianggap ideal, seharusnya (ought),
yang diharapkan (desirable), maka dapat dikonkretkan menjadi norma-norma sosial.
d. Sebagai contoh, nilai kemanusiaan yang adil dan beradab yang sifatnya abstrak dan
universal, dapat dikonkretkan melalui tingkah laku manusia, misalnya menghargai
dan menghormati orang lain, tidak sewenang-wenang terhadap manusia karena
manusia memiliki hak asasi yang sama, membela kebenaran sehingga tercipta
keadilan terhadap sesama manusia. Untuk menguatkan hal tersebut, maka dituangkan
dalam bentuk norma-norma sosial, misalnya norma hukum, yaitu UUD NRI Tahun
1945, Pasal 27 ayat (2) yang berbunyi, segala warga negara bersamaan kedudukannya
dalam hukum dan pemerintahan, dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu
dengan tidak ada kecualinya. Tentunya, aturan itu semakin menguatkan bahwa, untuk
menciptakan keadilan, maka manusia memiliki kedudukan yang sama dalam hukum
dan pemerintahan.

Komentar
Posting Komentar