Pendidikan Keluarga Q.S. AT-TAHRIM ayat 6
2.1. Pengertian Pendidikan
Kata pendidikan menurut etimologi berasal dari kata dasar “didik”. Dengan
memberi awalan ”pe” dan akhiran “kan”, maka mengandung arti “perbuatan”
(hal, cara, dan sebagainya)1. Istilah pendidikan ini semula berasal dari bahasa
Yunani, yaitu “paedagogie”, yang berarti bimbingan yang diberikan kepada
anak. Istilah ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan
“education” yang berarti pengembangan atau bimbingan.2 Makna pendidikan
dapat dilihat dalam pengertian secara khusus dan pengertian secara luas. Dalam
arti khusus, pendidikan adalah bimbingan yang diberikan oleh orang dewasa
kepada anak yang belum dewasa untuk mencapai kedewasaannya.
1. Menurut Hoogeveld yang dikutip oleh Abu Ahmadi dan Nur Ubhiyati,
mendidik adalah membantu anak supaya anak itu kelak cakap
menyelesaikan tugas hidupnya atas tanggung jawab sendiri.
2. Menurut S. Brojonegoro yang dikutip oleh Abu Ahmadi dan Nur
Ubhiyati, mendidik berarti memberi tuntutan kepada manusia yang
belum dewasa dalam pertumbuhan dan perkembangan, sampai
tercapainya kedewasaan dalam arti rohani dan jasmani.
Jadi, pendidikan dalam arti khusus hanya dibatasi sebagai usaha orang
dewasa dalam membimbing anak yang belum dewasa untuk mencapai
kedewasaanya. Setelah anak menjadi dewasa dengan segala cirinya, maka
pendidikan dianggap selesai. Pendidikan dalam arti khusus ini menggambarkan
upaya pendidikan yang terpusat dalam lingkungan keluarga.
Sedangkan pendidikan dalam arti luas merupakan usaha manusia untuk
meningkatkan kesejahteraan hidupnya, yang berlangsung sepanjang hayat.
Henderson mengemukakan bahwa pendidikan merupakan suatu proses
pertumbuhan dan perkembangan, sebagai hasil interaksi individu dengan
lingkungan sosial dan lingkungan fisik, berlangsung sepanjang hayat sejak
manusia lahir. Warisan sosial merupakan bagian dari lingkungan masyarakat, merupakan alat bagi manusia untuk pengembangan manusia yang terbaik dan
inteligen, untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya.(Villela, 2013)
2.2. Pengertian Keluarga
pengertian keluarga dalam Islam adalah kesatuan masyarakat terkecil yang
dibatasi oleh nasab (keturunan) yang hidup dalam suatu wilayah yang
membentuk suatu struktur masyarakat sesuai syari‟at Islam, atau dengan
pengertian lain yaitu suatu tatanan dan struktur keluarga yang hidup dalam
sebuah sistem berdasarkan agama Islam.(Villela, 2013)
Secara umum keluarga Keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat
yang terdiri atas suami istri, atau suami, istri adan anaknya, atau ayah dengan
anak (duda) atau ibu dengan anaknya (janda). (Menurut UU Nomor 52 Tahun
2009).
2.2.1. Berikut ini terdapat beberapa ciri-ciri keluarga, yakni sebagai berikut:
1. Terdiri atas orang-orang yang mempunyai ikatan darah atau adopsi.
2. Anggota keluarga biasanya hidup gotong royong dalam satu rumah
dan mereka membentuk suatu rumah tangga.
3. Mempunyai satu kesatuan orang yang terinteraksi dan saling
terkomunikasi yang memainkan tugas sebagai suami istri, bapak dan
ibu, anak dan saudara.
4. Mempertahankan suatu keudayaan bersama yang sebagian besar
berasal dari kebudayaan umum yang lebih luas.
2.2.2. Fungsi dari keluarga, yakni sebagai berikut:
1. Fungsi Biologis
• Untuk meneruskan keturunan
• Memelihara dan membesarkan anak
• Memberikan masakan bagi keluarga dan memenuhi kebutuhan gizi
• Merawat dan melindungi kesehatan para anggotanya
• Memberi kesempatan untuk berekreasi
2. Fungsi Psikologis
• Identitas keluarga serta rasa kondusif dan kasih sayang
• Pendewasaan kepribadian bagi para anggotanya
• Perlindungan secara psikologis
• Mengadakan relasi keluarga dengan keluarga lain atau masyarakat
3. Fungsi Sosial Budaya
• Meneruskan nilai-nilai budaya
• Sosialisasi
• Pembentukan noema-norma, tingkah laris pada tiap tahap
perkembangan anak serta kehidupan keluarga
4. Fungsi Sosial Keluarga
• Mencari sumber untuk memenuhi fungsi lainnya
• Pembagian sumber tersebut untuk pengeluaran atau tabungan
• Pengaturan ekonomi atau keuangan.
5. Fungsi Pendidikan
• Penanaman keterampilan, tingkah laris dan pengetahuan dalam relasi
dengan fungsi-fungsi lain.
• Persiapan untuk kehidupan dewasa.
• Memenuhi peranan sehingga anggota keluarga yang dewasa.
2.3. Hubungan Pendidikan dan Keluarga
Pendidikan merupakan bagian integral dalam menciptakan kehidupan
manusia yang yang beradab dan berkemajuan, pendidikan dapat diperoleh dari
interaksi individu dalam institusi pendidikan, ruang masyarakat, dan tentunya
pendidikan dasar (anak-anak) yang diperoleh individu sejak dalam asuhan
keluarga. Berbagai ruang pendidikan tersebut sama-sama berpotensi membentuk dan mengembangkan kecerdasan, keterampilan dan kematangan
(mental, psikologis, emosi) anak sehingga anak tumbuh menjadi pribadi
terdidik dan mampu menghadapi berbagai persoalan hidup, baik dalam lingkup
keluarga, masyarakat, bangsa, dan persoalan kemanusiaan secara umum.
Sebagaimana dikemukakan John Locke bahwa salah satu tujuan pendidikan
untuk mencapai kesejahteraan dan kemakmuran setiap manusia (bangsa)”,
(James dan Clapp, 1998: 196) dan pernyataan tersebut sinergis dengan tujuan
pendidikan yang dijelaskan dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003, pasal
3, tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU No. 20 th. 2003).
Pendidikan keluarga merupakan satu ruang pembelajaran utama dan
pertama yang diperoleh anak sejak masih dalam fase asuhan orang tua,
pendidikan tersebut berkontribusi besar terhadap pembentukan kepribadian dan
kecerdasan anak bahkan dapat dikatakan bahwa keberhasilan dan kegagalan
pendidikan keluarga menentukan keberhasilan dan kegagalan anak di masa
depan. Jika pendidikan yang diberikan keluarga baik maka anak akan tumbuh
menjadi pribadi yang baik, mampu menerima dan mengelaborasi hal-hal baik
serta memiliki imun yang kuat untuk menolak hal-hal buruh di lingkungan
sekitarnya. Sebagaimana disabdakan Nabi bahwa setiap bayi dilahirkan dalam
keadaan fitrah, maka kedua orangtualah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani,
dan Majusi, hadis tersebut dengan tegas menyatakan bahwa apapun yang
dialami atau terjadi di masa depan anak, sejatinya tidak lepas dari pola asuh
orang tua sejak dalam pendidikan keluarga. (Asfiyah & Ilham, 2019)
2.4. Tujuan Pendidikan Keluarga Menurut Islam
Tujuan pendidikan Islam secara umum adalah menumbuhkan kesadaran
manusia sebagai makhluk Allah SWT melalui penanaman nilai-nilai Islami
yang diikhtiarkan oleh pendidik agar tercipta manusia yang beriman, bertakwa,
dan berilmu pengetahuan yang mampu mengembangkan dirinya menjadi
hamba Allah yang taat.
Maka tujuan pendidikan keluarga secara islam adalah sebagai berikut :
a. Memelihara Keluarga dari Api Neraka
Sebagaimana dalam QS. At-Tahrim ayat 6 yang menjadi
pembahasan. Kata “peliharalah dirimu” di sini ditujukan kepada
orang tua khususnya ayah sebagai pemimpin terhadap anggota
keluarganya. Ayah dituntut untuk menjaga dirinya terlebih dahulu
kemudian mengajarkan kepada keluarganya.
b. Beribadah kepada Allah Swt
Tujuan akhir dari proses pendidikan adalah terciptanya
manusia yang mengabdikan diri hanya pada Allah. Sesuai dengan
firman Allah QS. Adz-Dzariyat ayat 56.
ِ
ن
دو
بُ ُ
ْ
ع
َّل لِي َ
إِا
َ
س
نْ
ِ
ْل
ا ْ
َ
و
ن
ْلِ ا
ت ا ْ
ق ُ
خلَ ْ
مَا َ
َ
و
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya
mereka mengabdi kepada- Ku.” (Q.S. Adz-Dzariyaat/51 : 56)
Di dalam kitab Shafwat at-Tafaasir dijelaskan bahwa, Aku
tidak menciptakan dua bangsa jin dan manusia, kecuali untuk
menyembah dan mengesakan-Ku. Aku menciptakan mereka bukan
untuk mencari harta benda dan terlena karenanya. Agar mereka
mengakui Aku dengan menyembah, baik suka rela maupun tidak.
Kaitannya dengan tujuan pendidikan keluarga berarti
sebagai orang tua, kita harus sejak dini menanamkan keimana dan
ketaatan pada keluarga agar dimana saja mereka berada, selalu
merasa diawasi oleh Allah dan melakukan ketaatan atas kesadaran
pribadi.(Huda, 2016)
c. Membentuk Akhlak Mulia
Pendidikan keluarga tentunya menerapkan nilai-nilai atau
keyakinan seperti dalam QS. Luqman ayat 12-19, yaitu agar menjadi
manusia yang selalu bersyukur kepada Allah, tidak
mempersekutukan Allah, berbuat baik kepada kedua orang tua,
mendirikan shalat, tidak sombong, sederhana dalam berjalan, dan melunakkan suara.
d. Membentuk Anak agar Kuat Secara Individu, Sosial, dan
Profesional.
Kita hendaknya takut meninggalkan keluarga dalam keadaan
lemah pada segala aspek, dan sebaiknya kita harus mempersiapkan
keluarga yang kuat dalam hal apa pun. Hal ini sesuai dengan firman
Allah QS. An-Nisa’ ayat 9.
ضعَافًا
ذُر ِياةً ِ
ْ
م
ه
خلْفِ ِ
َ
ْ
ن
ِ
م
كوا
ُ
َ
ر
َ
ت
ْ
و
لَ
َ
ن
ي
ِ
ذ
ش الا
خ َ
لْيَ ْ
َ
و
َّل
ً
ْ
و
َ
لْي َقُولُوا ق
َ
و
َّللَ
َلْي َت اقُوا ا ا
ف
ْ
م
ه
خافُوا عَلَيْ ِ
َ
دا
ي ً
ِ
د
َ
س
“Dan hendaklah takut kepada Allah orang- orang yang seandainya
meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang
mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu
hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka
mengucapkan perkataan yang benar.” (Q.S. An-Nisa’/4 : 9).
Kuat secara individu yakni memiliki kompetensi
berhubungan dengan kognitif, afektif, dan psikomotrik. Kuat secara
sosial berarti mampu berinteraksi dalam kehidupan bermasyarakat.
Kuat secara professional berarti mampu hidup mandiri dengan
mengembangkan keahlian yang dimiliki untuk memenuhi
kebutuhannya.(Huda, 2016)
2.5. Pendidikan Keluarga didalam Hadist Rasulullah SAW
Keluarga sebagai pendidikan yang pertama dan utama bagi anak
Orang tua merupakan pendidik utama dan pertama bagi anak-anak
mereka karena dari merekalah anak mulai menerima pendidikan. Suami
sebagai kepala rumah tangga bertanggung jawab penuh terhadap
anggota keluarga, yaitu istri dan anak-anak. Kelalaian mendidik istri
agar menjadi istri dan ibu yang shalehah akan berdampak pada
kegagalan ibu dalam mendidik anak-anaknya di rumah, karena
kehidupan anak pada dasarnya tertumpu pada istri sebagai ibunya anak-anak. Namun dikarenakan istri atau ibunya anak-anak juga ikut bekerja
mencari penghidupan (harta/uang), sehingga tugas ini terabaikan.
Kelalaian orang tua dalam mendidik anak dengan ilmu agama menjadi
fenomena kenakalan remaja yang cukup signifikan. Maka sebagai
orang tua yang bijaksana dan mempunyai pengetahuan yang tinggi
harus mengerti hal tersebut selain mampu mengajari anaknya untuk
berpikir dan memberikan ilmu kepada anaknya tersebut.
Berkaitan dengan fungsi dan tanggung jawab dalam pendidikan
tidak tersentuh sama sekali, baik dalam kajian tafsir maupun kajian
pendidikan secara umum, apalagi pembahasan dengan kajian Hadis,
maka pembahasan masalah ini sangat urgen dan aktual serta dianggap
sangat relevan dengan kondisi kebanyakan keluarga yang broken home
dikarenakan tidak pahamnya kepala rumah tangga tentang fungsi dan
tanggung jawab mendidik anggota keluarganya. Pada dasarnya
kebahagiaan dalam rumah tangga dan ketenangan hanya akan didapat
jika mengamalkan agama, bagaimana agama akan teramalakan dan
membawa dampak ketentraman hati dan batin sementara anggota
keluarga tidak punya bekal ilmu agama yang memadai, melainkan
hanya secuil saja. Oleh karena itu, fungsi dan tanggung jawab kepala
keluarga (suami) harus di aktifkan kembali sebagai kewajiban
menafkahi batiniyah anggota keluarganya.
Dalam Hadist disebutkan bahwa :
“Kembalilah kepada keluarga kalian dan tinggallah bersama mereka,
ajarilah mereka dan perintahkan (untuk sholat)." Beliau lantas
menyebutkan sesuatu yang aku pernah ingat lalu lupa. Beliau
mengatakan: "Sholatlah kalian seperti kalian melihat aku sholat. Maka
jika waktu sholat sudah tiba, hendaklah salah seorang dari kalian
mengumandangkan adzan, dan hendaklah yang menjadi Imam adalah
yang paling tua di antara kalian” (HR. Bukhari No. 595, 6705).
Hadis di atas menunjukkan betapa pentingnya keluarga, sehingga
tidak dibenarkan meninggalkan keluarga dalam waktu yang cukup lama,
dikarenakan anggota keluarga memerlukan bimbingan dan pendidikan
dari kepala keluarga, Hadis diatas juga mengindikasikan betapa
bersarnya tanggung jawab kepala keluarga (suami) dalam mendidik
anggota keluarganya, baik istri maupun anak-anaknya. Hadis di atas
juga mengajarkan tanggung jawab kepala keluarga untuk mendidik
anggota keluarga berkaitan dengan ilmu agama, misalnya mengajarkan
sholat, dengan sholat berjamaah bersama keluarga (anggota keluarga),
diawal waktu bahkan kendatipun tidak di masjid Hadis diatas
mengajarkan agar kepala keluarga menyuruh anggota keluarganya
untuk azan, Sholat diawal waktu dan berjamaah.(Nurhadi, 2019)
2.6. Pendidikan Keluarga Menurut Al-Qur’an (At-Tahrim : 06)
Keluarga Islami tidak hanya dipandang atas kenyataan karena sering
terdengar lantunan ayat Al-Qur’an dari rumah tersebut. Bukan pula sekedar
anak- anaknya yang disekolahkan ke masjid di waktu sore hari. Keluarga
Islami adalah keluarga yang di dalamnya ditegakkan adab-adab Islami. Islami
adalah keluarga yang dibangun atas landasan ibadah mereka bertemu dan
berkumpul karena Allah. Saling menasihati dalam kebenaran dan kesabaran.
Keluarga sebagai pengayom dalam membentuk generasi bangsa dan agama.
Di sinilah peran penting pendidikan agama harus tertanam sejak awal di
dalam keluarga. Untuk itu, maka pendidikan dalam keluarga harus
dikembangkan dengan baik.
Surat At-Tahrim terdiri atas 12 ayat, dan merupakan Surat ke 66 dalam AlQur’an yang diturunkan setelah surat Al- Hujurat. Surat ini masuk dalam
golongan surat madaniyah, yaitu surat yang diturunkan ketika Nabi
Muhammad S.A.W. sudah berada di Madinah. Surat ini dinamakan AtTahrim karena pada awal surat ini terdapat kata tuharrim yang berasal dari
kata At-Tahrim yang artinya mengharamkan.
Di dalam kandungan surat ini meliputi keimanan, hukum, dan kisah.
Dalam aspek keimanan ayat ini, menjelaskan tentang kesempatan bertobat
hanya ada di dunia saja. Dan segala amal perbuatan manusia di dunia akan
dibalas di akhirat kelak.
Di dalam Surah At-Tahrim Ayat 06, Allah Berfirman :
ا
َ
ه
قُودُ
َ
و
ا
ً
ر
َ
َن
ْ
م
ك
لِي ُ
ْ
ه
أَ
َ
و
ْ
م
ك
ُ
َ
س
آمَنُوا قُوا أَن ْفُ
َ
ن
ي
ِ
ذ
ا الا
َ
ه
ُّ
أَي
َ
َي
َّللَ
ن ا ا
صُوَ
ْ
ع
َ
َّل ي
دادٌ َ
َ
ِ
ش
ظ
َل ٌ
َ
ِ
غ
كةٌ
َلئِ َ
َ
َ
م
ا
َ
ه
ةُ عَلَي ْ
َ
ر
ا
َ
ج
ْلِ
ا ْ
َ
و
س
الناا ُ
ن
و َ
ُ
ر
َ
م
ؤ
ْ ُ
ا ي
َ
م
ن
و َ
فعَلُ
ْ َ
ي
َ
و
ْ
م
ُ
ه
َ
ر
َ
م
ا أَ
َ
م
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari
api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya
malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap
apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang
diperintahkan.”(Q.S. At-Tahrim(66) : 6)
Jika dilihat dari tafsir Al-Wasith makna Surat At-Tahrim Ayat 6 di atas
adalah orang-orang yang membenarkan Allah dan rasul-Nya diberi perintah
untuk melatih diri dan keluarga untuk melakukan amal kesalehan. Kita
diperintahkan untuk membuat perlindungan bagi semua dari api neraka, untuk
diri sendiri dengan menjadikan selalu dalam ketaatan terhadap Allah.
Sedangkan untuk keluarga dengan cara memberikan nasihat kepada mereka
dan juga mendorong mereka untuk melakukan ketaatan. Hal ini karena tidak
akan terjerumus bersama-sama ke dalam api neraka yang mengerikan, yang
dinyalakan dengan manusia dan batu, sebagaimana api yang dinyalakan
dengan kayu bakar. Hal ini menjadi dalil bahwa seorang pengajar seharusnya
mengetahui apa yang diperintahkan oleh Allah dan yang di larang oleh
Allah.(Thontowi, Syafii, & Dardiri, 2019)
Didalam tafsir Jalalayn disebutkan bahwa (Hai orang-orang yang beriman!
Peliharalah diri kalian dan keluarga kalian) dengan mengarahkan mereka kepada jalan ketaatan kepada Allah (dari api neraka yang bahan bakarnya
adalah manusia) orang-orang kafir (dan batu) seperti berhala-berhala yang
mereka sembah adalah sebagian dari bahan bakar neraka itu. Atau dengan
kata lain api neraka itu sangat panas, sehingga hal-hal tersebut dapat terbakar.
Berbeda halnya dengan api di dunia, karena api di dunia dinyalakan dengan
kayu dan lain-lainnya (penjaganya malaikat-malaikat) yakni, juru kunci
neraka itu adalah malaikat-malaikat yang jumlahnya ada sembilan belas
malaikat, sebagaimana yang akan diterangkan nanti dalam surat AlMuddatstsir (yang kasar) lafal ghilaazhun ini diambil dari asal kata ghilazhul
qalbi, yakni kasar hatinya (yang keras) sangat keras hantamannya (mereka
tidak pernah mendurhakai Allah terhadap apa yang telah diperintahkan-Nya
kepada mereka) lafal maa amarahum berkedudukan sebagai badal dari lafal
Allah. Atau dengan kata lain, malaikat-malaikat penjaga neraka itu tidak
pernah mendurhakai perintah Allah (dan mereka selalu mengerjakan apa yang
diperintahkan) lafaz ayat ini berkedudukan menjadi badal dari lafal yang
sebelumnya. Dalam ayat ini terkandung ancaman bagi orang-orang mukmin
supaya jangan murtad; dan juga ayat ini merupakan ancaman pula bagi orangorang munafik yaitu, mereka yang mengaku beriman dengan lisannya tetapi
hati mereka masih tetap kafir.
2.7. Keluarga Sebagai Madrasah Awal (At-Tahrim : 06)
Keluarga merupakan lingkungan pertama yang dialami seorang anak
manusia ketika dilahirkan ke dunia. Dalam perkembangan selanjutnya keluarga
juga merupakan lingkungan utama dalam pembentukan kepribadian seorang
anak manusia. Masa-masa awal pertumbuhannya lebih banyak dihabiskan di
dalam lingkungan keluarga. Maka di dalam keluargalah seorang anak manusia
mengalami proses pendidikan yang pertama dan utama. Segala bentuk perilaku
keluarga, khususnya kedua orang tua, baik lisan maupun perbuatan, baik yang
bersifat pengajaran, keteladanan maupun kebiasaan- kebiasaan yang diterapkan
di dalam kehidupan sosial keluarga, akan mempengaruhi pola perkembangan
perilaku anak selanjutnya. Oleh karena itu, orang tua harus mampu
menanamkan pendidikan yang baik dan benar kepada anak sejak usia dini, agar perkembangan perilaku anak selanjutnya dapat mencerminkan kepribadian
yang luhur, yang bermanfaat bagi dirinya sendiri, agama, keluarga juga
masyarakat dan bangsanya.(Kobandaha, 2019)
Secara lebih tegas Allah Subḥānahu wa Ta’āla menjelaskan tentang
kewajiban mendidik anak ini dalam Surat At-Tahrim ayat 6 di sub judul
sebelumnya yang artinya: Wahai orang-orang yang beriman peliharalah dirimu
dan keluargamu dari api neraka. (Q. S. At-Tahrim: 6). Ayat tersebut
megandung makna “perintah” atau fi’il amar yaitu suatu kewajiban yang harus
ditunaikan oleh kedua orang tua terhadap anaknya. Oleh karena itu, maka kedua
orang tua harus dapat memainkan peranan penting sebagai pendidikan pertama
dan utama bagi anaknya, sebelum pendidikan anak diserahkan kepada orang
lain.
Agar tanggung jawab orang tua dalam pendidikan anak dapat terealisasi,
maka perlu ditempuh dengan berbagai cara, antara lain:
1) Adanya kesadaran orang tua akan tanggung jawab pendidikan dan
membina anak terus menerus.
2) Orang tua perlu dibekali dengan teori-teori pendidikan atau bagaimana
cara- cara mendidik anak.
3) Disamping itu orang tua perlu juga meningkatkan ilmu dan
keterampilannya sebagai pendidik pertama dan utama bagi anak-anaknya,
dengan cara belajar terus menerus.
Menurut Fuad Ihsan, tanggung jawab pendidikan oleh kedua orang tua
meliputi:
a. Memelihara dan membesarkannya. Tanggung jawab ini merupakan
dorongan alami untuk dilaksanakan, karena anak memerlukan makan,
minum dan perawatan, agar ia dapat hidup secara berkelanjutan.
b. Melindungi dan menjamin kesehatannya, baik secara jasmani maupun
rohani dari berbagai gangguan penyakit atau bahaya lingkungan yang
dapat membahayakan dirinya.
c. Mendidiknya dengan berbagai ilmu pengetahuan dan keterampilan yang
berguna bagi hidupnya, sehingga apabila ia dewasa ia mampu berdiri
sendiri dan membantu orang lain serta melaksanakan fungsi
kekhalifahannya.
d. Membahagiakan anak untuk dunia dan akhirat dengan memberinya
pendidikan agama sesuai dengan tuntunan Allah sebagai tujuan akhir
hidup muslim. Tanggung jawab ini dikategorikan juga sebagai tanggung
jawab kepada Allah.(Kobandaha, 2019)
Ibnu kaåîr menafsirkan surah At-Tahrim ayat 6 bermakna didiklah
mereka dan ajarlah mereka, artinya perintah terhadap orang beriman untuk
dapat melakukan self education dan melakukan pendidikan terhadap
anggota keluarganya untuk mentaati perintah Allah swt. (Al-Hâfií „Imâd alDîn Abu al-Fidâ ‟Ismâîl Ibn al-Katsîr, t.th). Ayat ini cenderung pada
pentingnya pendidikan nilai dan akhlak. Al-Qusyairi mengatakan bahwa
ketika turun ayat di atas, „Umar bertanya kepada Nabi sw., “Ya Rasul Allah,
kami dapat memelihara diri kami, akan tetapi bagaimana cara kami
memelihara keluarga kami?” Rasul Allah saw. Menjawab,” Engkau larang
mereka dari apa yang engkau dilarang Allah mengerjakannya, dan
perintahkanlah mereka mengerjakan apa yang engkau diperintahkan Allah
untuk mengerjakannya” (Al-Qurtuby, 2002). (Hamzah, 2015)
Sebagai suatu lembaga pendidikan, tentu saja keluarga menjalankan
proses kependidikan dan manajemennya untuk mencapai tujuan yang dicitacitakan. Dalam pendidikan Islam menyatakan bahwa Allah sebagai Rabb
(pendidik) alam, dan Rasûl Allah sebagai maha guru (pendidik) dalam
keluarga maupun ummatnya, maka keluarga muslim yang dibentuk
berdasarkan al-Qur‟an dalam menjalankan proses pendidikannya-baik
menyangkut landasan , metode, maupun aturan yang dipergunakannyatidak lepas dari konsep keluarga yang secara filosofis digali dari teks alQur‟ân maupun perilaku Rasûl Allah saw. Setiap orang tua sudah barang
tentu menginginkan anak-anaknya berkembang menjadi orang yang
sempurna, yaitu sehat, kuat, berketrampilan, cerdas, pandai dan beriman.
Untuk mencapai keinginannya itu maka orang tualah yang menjadi pendidik utama dan pertama. Ketentuan ini berlaku secara qodrati; maksudnya,
bahwa orang tua tidak dapat berbuat lain, mereka harus menempati posisi
itu dalam keadaan bagaimanapun juga. (A. Tafsir, 2005)(Hamzah, 2015)
1

Komentar
Posting Komentar